Kota Semarang memiliki daftar objek wisata baik berupa bangunan atau wisata alamyang dapat dikunjungi
- Gereja Blendug
Gereja yang dibangun pada 1753 ini merupakan salah satu landmark di Kota Lama Semarang. Berbeda dari bangunan lain di Kota Lama yang pada umumnya memagari jalan dan tidak menonjolkan bentuk, gedung yang bergaya Neo-Klasik ini justru tampil kontras dan mudah dikenali. Bentuknya lebih menonjol . Lokasi bangunan ini frontal terhadap Jl. Suari yang dahulu bernama Kerk straat (Jalan Gereja).
Bangunan gereja yang sekarang merupakan bangunan setangkup dengan facade tunggal yang secara vertikal terbagi atas tiga bagian. Bangunan ini menghadap ke Selatan. Lantai bangunan hampir sama tinggi dengan jalan di depannya. Pondasi yang digunakan terbuat dari batu dan sistem strukturnya dari bata. Dinding terbuat dari bata setebal satu batu. Atap bangunan berbentuk kubah dengan penutupnya lapisan logam yang dibentuk oleh usuk kayu jati. Di bawah pengakiran kubah terdapat lubang cahaya yang menyinari ruang dalam yang luas.
Pada sisi bangunan, Timur, Selatan dan Barat terdapat portico bergaya Dorik Romawi yang beratap pelana. Gereja ini memiliki dua buah Menara dikiri kanan Yang denahnya dasar berbentuk bujur sangkat tetapi pada lapisan paling atas berbentuk bundar. Menara ini beratap kubah kecil. Cornice yang ada disekililing bangunan berbentuk garis-garis mendatar.
Pintu masuk merupakan pintu ganda dari panel kayu. Ambang atas pintu berbentuk lengkung. Demikian pula halnya dengan ambang atas jendela, yang berbentuk busur. Tipe jendela ada dua kelompok. Pertama, jendela ganda berdaun krepyak, sedangkan yang kedua merupakan jendela kaca warna-warni berbingkai. Bangunan yang terkait di sekitar Gereja Blenduk adalah Gedung Jiwasraya yang terletak di sebelah Selatan, kantor Kerta Niaga di sebelah Barat, ruang terbuka bekas Parade Plein di sebelah Timurnya.
Gereja Blenduk sudah berganti rupa beberapa kali. Mula-mula Gereja di bangun pada tahun 1753, berbentuk rumah panggung Jawa, dengan atap yang sesuai dengan arsitektur Jawa. Hal ini dapat dilihat pada peta kota Semarang tahun 1756 yang menunjukkan konfigurasi massa yang berbeda dari sekarang. Pada tahun 1787 rumah panggung ini dirombak total.
Tujuh tahun berikutnya diadakan kembali perubahan. Pada tahun 1894, gedung ini dibangun kembali oleh H.P.A. de Wilde dan W.Westmas dengan bentuk seperti sekarang ini. Yaitu dengan dua menara dan atap kubah. Keterangan mengenai Wilde dan Wetmas tertulis pada kolom di belakang mimbar.
2. Masjid Agung Jawa Tengah
Masjid Agung Jawa Tengah merupakan salah satu masjid termegah di Indonesia. Masjid dengan arsitektur indah ini mulai dibangun pada tahun 2001 dan selesai pada tahun 2006. Kompleks masjid terdiri dari bangunan utama seluas 7.669 m2 dan halaman seluas 7.500 m2. Masjid Agung Jawa Tengah terletak di jalan Gajah Raya, tepatnya di Desa Sambirejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang.
Masjid yang mampu menampung jamaah tak kurang dari 15.000 ini diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, pada tahun 2006. Upacara peresmian ditandai dengan penandatanganan batu prasasti setinggi 3,2 m dan berat 7,8 ton yang terletak di depan masjid. Prasasti terbuat dari batu alam yang berasal dari lereng Gunung Merapi.
Selain sebagai tempat ibadah, Masjid Agung Jawa Tengah juga merupakan obyek wisata terpadu pendidikan, religi, pusat pendidikan, dan pusat aktivitas syiar Islam. Dengan berkunjung ke masjid ini, pengunjung dapat melihat keunikan arsitektur masjid yang merupakan perpaduan antara arsitektur Jawa, Roma dan Arab.
Arsitektur Jawa terlihat pada beberapa bagian, misalnya pada bagian dasar tiang masjid menggunakan motif batik seperti tumpal, untu walang, kawung, dan parang-parangan. Ciri arsitektur Timur Tengah (Arab) terliat pada dinding masjid dinding masjid yang berhiaskan kaligrafi. Selain itu, di halaman Masjid Agung Jawa Tengah terdapat 6 payung hidrolik raksasa yang dapat membuka dan menutup secara otomatis yang merupakan adopsi arsitektur bangunan Masjid Nabawi yang terdapat di Kota Madinah. Masjid ini juga sedikit dipengaruhi gaya arsitektur Roma. Gaya itu nampak pada desain interior dan lapisan warna yang melekat pada sudut-sudut bangunan.
Selain bangunan utama masjid yang luas dan indah, terdapat bangunan pendukung lainnya. Bangunan pendukung itu di antaranya: auditorium di sisi sayap kanan masjid yang dapat menampung kurang lebih 2.000 orang. Auditorium ini biasanya digunakan untuk acara pameran, pernikahan dan kegiatan-kegiatan lainnya. Sayap kiri masjid terdapat perpustakaan dan ruang perkantoran yang disewakan untuk umum. Halaman utama masjid yang terdapat 6 payung hidrolik juga dapat menampung jamaah sebanyak 10.000 orang.
Keistimewaan lain masjid ini berupa Menara Asmaul Husna (Al Husna Tower) dengan ketinggian 99 m. Menara yang dapat dilihat dari radius 5 km ini terletak di pojok barat daya masjid. Menara tersebut melambangkan kebesaran dan kemahakuasaan Allah. Dipuncak menara dilengkapi teropong pandang. Dari tempat ini pengunjung dapat menikmati udara yang segar sambil melihat indahnya Kota Semarang dan kapal-kapal yang sedang berlalu-lalang di pelabuhan Tanjung Emas.
Di masjid ini juga terdapat Al qur`an raksasa tulisan tangan karya H. Hayatuddin, seorang penulis kaligrafi dari Universitas Sains dan Ilmu Al-qur`an dari Wonosobo, Jawa Tengah. Tak hanya itu, ada juga replika beduk raksasa yang dibuat oleh para santri Pesantren Alfalah Mangunsari, Jatilawang, Banyumas, Jawa Barat.
Di area Masjid Agung Jawa Tengah terdapat berbagai macam fasilitas seperti perpustakaan, auditorium, penginapan, ruang akad nikah, pemandu wisata, museum kebudayaan Islam, cafe muslim, kios-kios cenderamata, buah-buahan, dan lain-lain. Selain itu, terdapat juga berbagai macam sarana hiburan seperti air mancur, arena bermain anak-anak, dan kereta kelinci yang dapat mengantarkan pengunjung berputar mengelilingi kompleks masjid ini.
Untuk memasuki kawasan Masjid Agung Jawa Tengah, pengunjung tidak dipungut biaya. Namun, jika pengunjung ingin memasuki area tertentu seperti Menara Asmaul Husna, pengunjung diwajibkan membayar Rp 3.000 per orang untuk jam kunjungan antara pukul 08.00—17.30 WIB. Dan apabila pengunjung datang pada jam 17.30—21.00 WIB tarif tersebut meningkat menjadi Rp 4.000 per orang. Bagi pengunjung yang ingin menggunakan teropong yang terdapat di Menara Asmaul Husna itu, maka pengunjung harus mengeluarkan ongkos tambahan sebesar Rp 500,- per menit.
Pada saat liburan, masjid banyak di kunjungi wisatawan yang berasal dari berbagai daerah. Bahkan beberapa turis manca negara, khususnya muslim banyak yang melunagkan waktu berkunjung ke masjid ini untuk beribadah sekaligus berwisata.
3. Wisata Sidomukti, wahana alam pacu adrenalin
Keelokan alam membuat terpaku begitu kaki turun dari mobil dipelataran lokawisata Girigahana Sidomukti. Hamparan sawah berundak, sungai kecil, air terjun, dan hutan pinus, begitu memesona. Jauh di seberang sana terlihat Gunung Ungaran, Gunung Merbabu dan Bukit Kembar Cimanggal. Sebuah harmoni alam nan menawan.
Suasana alam di Desa Sidomukti, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang membuat pengunjung betah berlama-kama di sana. Apalagi air di kolam renang alam Umbul Sidomukti tergolong unik. Lokasinya berada di lereng Gunung Ungaran, persis di tepi jurang dan lembah. Air umbul yang mengalir deras menjadi sumber air utama untuk taman renang alami Umbul Sidomukti. Limpahan air tersebut meluber ke kolam di bawahnya dan mengairi kebun dan sawah-sawah.
Objek wisata Umbul Sidomukti yang dibuka 2 Agustus 2007 dibangun dengan desain kolam tradisional, bergaya minimalis. Dinding kolam disusun dari tumpukan batu alam. Di tamannya banyak tempat duduk berundak model panggung terbuka sehingga pandangan bebas ke segala penjuru. Dengan lokasi pada ketinggian 1031 dpl, Umbul Sidomukti di sebut-sebut sebagai kolam renang alami tertinggi di Indonesia
Wisata Umbul Sidomukti tidak hanya menawarkan keelokan alam, dan kesegaran udara, tapi juga menantang pengunjung untuk menguji nyali. Wahana Flying fox sepanjang kurang lebih 100 meter melintasi jurang yag cukup dalam. Dengan kedalaman lembah lebih dari 70 meter akan memacu adrenalin siapun yang melintasinya.
Selain itu juga tersedia Marine Bridge (jembatan tali) sepanjang 60 meter dengan jurang dibawahnya dengan kedalaman lebih dari 30 meter. Jika masih belum puas, masih ada tantangan lain yaitu menaklukkan dinding bukit setinggi 25 meter dan memacu kendaraan ATV menyusuri jalan tanah yang ada di sekitar jurang. Wow, sebuah pengalaman sensasional, mendebarkan, dan mengasyikkan
Untuk anak-anak tersedia wahana yang melatih keberanian dan sportivitas. Untuk mereka, ada flying fox anak sepanjang 15 meter. Fasilitas lainnya yaitu camping ground dimana pengunjung dapat menikmati malam di alam bebas. Pada tengah malam sunyi, gemeretak kayu api unggun menjadi musik tersendiri yang indah dan hangat, untuk mengusir udara dingin.
”Keajaiban” alam masih tersisa di lereng Gunung Ungaran. Jalur aliran air sungai yang jernih pada cekungannya menawarkan sensasi tersendiri. Biasanya, pengunjung secara rombongan menyusuri sungai kecil di lokawisata alam tersebut.
Umbul Sidomukti selain menawarkan panorama juga jalur trekking ke puncak Gunung Ungaran, Gua Jepang, dan Kebun Teh Medini. Yang pasti, Sidomukti yang telah menjadi paket agenda One Day Tour merupakan magnet baru wisata alami di Semarang.
Untuk mencapai lokasi wisata cukup mudah, dibutuhkan waktu 40-60 menit dari pusat kota Semarang (Simpang Lima). Dari kota Semarang, pacu kendaraan menuju Bandungan. Sesampainya di Pasar Jimbaran, Bandungan, arahkan kendaraan berbelok ke arah kanan, dan naik sekitar 4 kilometer. Di sepanjang jalan dari Pasar Jimbaran hingga gerbang lokasi wisata ada banyak penunjuk arah agar pegunjung tidak tersesat.
Sebelum mengunjungi Umbul Sidomukti, pastikan kendaraan dalam keadaan prima. Periksa tekanan ban, rem, dan lampu berfungsi dengan baik. Jalan menuju lokasi penuh dengan tanjakan yang cukup curam, banyak lubang dan jalan relatif sempit. Selain itu kabut tebal cukup sering terjadi pada saat musim penghujan dan mengakibatkan jarak pandang terbatas. Jangan lupa membawa jaket, payung dan jas hujan untuk berjaga-jaga seandainya cuaca tiba-tiba memburuk.
4. Lawang Sewu
Lawang Sewu dalam bahasa Indonesia berarti "Pintu Seribu". Warga Semarang menyebutnya demikian karena gedung ini mempunyai pintu dan jendela berukuran besar menyerupai pintu yang berjumlah sangat banyak. Gedung ini dirancang oleh arsitek Belanda C.Citroen dari Firma J.F. Klinkhamer dan B.J. Quendag pada tahun 1903 dan selesai pada tahun 1907. Gedung ini awalnya digunakan untuk kantor Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS, perusahaan kereta api Belada.
Bagian depan bangunan bersejarah ini dihiasi oleh menara kembar model gothic dan terbagi menjadi dua are, memanjang kebelakang yang mengesankan kokoh, besar dan indah. Arsitektur Lawang Sewu bergaya art deco yang bercirikan ekslusif yang berkembang pada era 1850-1940 di benua Eropa.
Bangunan ini menghadap ke Taman Wilhelmina yang sekarang lebih dikenal sebagai komplek Tugu Muda. Di depan Lawang Sewu dulu melintas rel trem kota Semarang, jurusan Bulu – Jomblang. Foto udara yang diambil pada tahun 1927 masih memperlihatkan jalur perangkutan ini.
Setelah Jepang mengambil alih pemerintahan Belanda di Indonesia pada tahun 1942, ruang bawah tanah gedung ini yang sebelumnya merupakan saluran pembuangan air di "sulap" menjadi penjara bawah tanah sekaligus saluran pembuangan air. Gedung ini juga menjadi saksi bisu pertempuran sengit antara rakyat Indonesia dengan tentara Jepang yang terkenal dengan sebutan Pertempuran Lima Hari di Semarang (14 Oktober 1945 - 19 Oktober 1945). Untuk mengenang peristiwa bersejarah tersebut, beberapa tahun kemudian pemerintah membangun sebuah prasasti di halaman Taman Wilhelmina yang sekarang dikenal sebagai Tugu Muida
Bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor Jawatan Kereta Api Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Perhubungan Jawa Tengah.
Mengingat Lawang Sewu mempunyai nilai sejarah penting, maka Pemerintah Kota Semarang dengan SK Wali Kota 650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi.
Saat ini Lawang Sewu sedang dalam tahap renovasi untuk memperbaiki bagian-bagian bangunan yang sudah mulai rusak akibat dimakan usia
2 komentar:
bagus juga infonya,,,,
mkasih,, ^_^
WISATA HERITAGE : " TENTARA "
KANTORE PAK DE KU MBIYEN..
Posting Komentar